Kamis, 01 Maret 2012

Sandur

http://www.beritajatim.com


Keberadaan seni tradisional Sandur yang merupakan kesenian warisan dari para leluhur dan orang-orang tua terdahulu kini keberadaannya sudah mulai ditinggalkan. Kesenian ini dinilai sudah tidak bisa memberi nilai ekonomi bagi para pelakunya.

Sandur merupakan kesenian  pertunjukan tradisional yang berbentuk teater tradisional. Sebagai bentuk teater tradisional, Sandur memiliki ciri-ciri yang sama dengan teater tradisonal daerah lainnya yaitu mempunyai sifat yang sederhana dalam penyajiannya, tapi lebih identik dengan daerah pertanian.

Menurut cerita, kesenian Sandur yang berada di Kabupaten Tuban pada jaman orang tua terdahulu adalah biasanya diadakan pertunjukan sandur itu setelah warga telah melakukan penan yang melimpah dari hasil pertanian mereka. Pelaksanaannya pun biasa hanya dilakukan di tengah sawah.

Untuk tema cerita dalam setiap pertunjukan Sandur yang biasa dimainkan sekitar 30 orang pemain itu biasanya selalu mengambil cerita tentang pertanian. Para pemain sandur selalu melakukan ritual sebelum bermain.

Sayangnya, keberadaan seni Sandur di Kabupaten Tuban kondisinya sudah mulai terancam. Kelompok seni tersebut sudah mulai banyak yang bubar lantaran para pemainnya yang sudah mulai berusia lanjut dan tidak adanya generasi penerus yang melestarikan kesenian itu.

"Selain itu, saat ini mereka para kelompok Sandur juga sudah jarang untuk melakukan pementasan, jadi akhirnya banyak yang sudah bubar," jelas Eko Kasmo, salah satu pengamat kesenian Sandur, warga Kecamatan Parengan, Kabupaten Tuban.

Di Kabupaten Tuban itu, dari puluhan kelompok kesenian tersebut kini yang masih bertahan hanya tinggal sekitar 4 kelompok. Meski tetap bertahan mereka juga jarang untuk melakukan pementasan karena kurang diminati oleh warga.

Gelut Patol


http://jurnalberita.com


Sedekah laut bagi warga pesisir pantai yang mayoritas bermata pencarian sebagai nelayan merupakan warisan leluhur yang hingga kini masih terus dipertahankan.
Seperti warga Karangsari kecamatan Tuban kota yang mengadakan tradisi Sedekah Laut 2011 di pantai Gerdu Laut, Rabu (7/9/11). Dalam acara sedekah laut tersebut, panitia pelaksana mengisi dengan kegiatan Gelut Patol dan Tarik Tambang yang diikuti oleh warga sekitar.

Warga Karangsari mulai dari yang tua sampai anak-anak turut meramaikan pertandingan tersebut. Warga masyarakat yang kebetulan lewat jalan Panglima Sudirmanpun ikut berhenti untuk menyaksikan tradisi sedekah laut hingga sempat memacetkan jalan untuk beberapa saat.

Sindir


http://berita.maiwanews.com


Tuban – Bagi seorang perempuan yang memilih menjadi sindir, penari dalam seni tradisional tayub, harus dibersihkan dulu jiwa raganya sebelum ia benar-benar memasuki kalangan – arena tempat pementasan – sebagai penghibur sejati dalam sebuah ritual. Kemasyhuran memang tak datang serta merta. Tetapi, dengan meminum sumber air Bektiharjo dipercaya mampu mengangkat pamor dan martabat seorang sindir.
Bunyi tetabuhan dari gamelan bersipongang menyuarakan kedamaian. Sesekali nadanya terputus, seperti suasana hati para perempuan calon sindir yang tengah gelisah akan sebuah penantian datangnya babak baru dalam kehidupan mereka. Sebagai seorang sindir dan penghibur sejati.

Sedikitnya 90 sindir dan 70 pramugari serta 9 dayang se Kabupaten Tuban, Jawa Timur, setiap kali jelang pergantian mangsa (tahun) mengikuti ritual siraman bagi seniman langen tayub di pemandian Bektiharjo, Kecamatan Semanding,Tuban. Ritual tersebut diyakini sebagai media pembersih diri dari gangguan roh jahat yang bergentayangan dan mengganggu aksi pentas mereka di kalangan.
Dipilihnya pemandian Bektiharjo, karena tempat tersebut dipercaya sebagai tanah suci, selain punya sejarah besar terkait berdirinya kota Tuban. Tradisi siraman itu sendiri, merupakan pembekalan mental agar kelak setelah mereka jadi sindir tahan banting.
Ritual yang mengangkat seni tradisional sebagai media tari pergaulan itu, diawali dengan melakukan iring-iringan panjang atau kirab dari luar tempat pemandian dan langsung masuk tempat wisata pemandian.
Sejurus kemudian, mereka berjalan perlahan menuju tempat prosesi siraman dan melakukan tabur bunga di pemandian itu sebelum melakukan ritual yang sesungguhnya.
Secara bergiliran seniman tayub tersebut melakukan siraman.
Para perempuan berparas rupawan dengan tubuh moleknya, menuruni tangga menuju permukaan air. Satu per satu membasuh mukanya dengan air dari mata air abadi Bektiharjo menggunakan jebor atau gayung dari batok kelapa.
Demikianlah. Prosesi itu terus berlangsung dari tahun ke tahun tanpa henti. Seperti denyut nadi tayub Tuban yang sesungguhnya belum mati. Dan sindir tetap akan hidup mengelilingi waktu dan peradabannya. Siapa yang bersungguh-sungguh dengan hati ikhlas, konon, popularitas akan teraih. Sumber abadi Bektiharjo, banyak yang mengisahkan, sebagai jimat penglaris. Wajah sindir yang dibasuh airnya, akan berkilauan seperti purnama di saat mereka menari dan menembang di kalangan.
by pesonatuban.blogspot.com

Namun, tokoh spritual dan pengawal tayub Tuban, Lik Surito, menyatakan prosesi ritual siraman adalah bagian upaya untuk meningkatkan promosi seni dan budaya di Tuban yang kian kecil dan ditinggalkan. Yang terpenting, sebut Lik Surito, ajang ini lebih pada keinginan bisa menyatukan para seniman senior dan yunior untuk saling bisa berbagi pengamalan.

Sunan Bonang

by arumsekartaji.blogpot.com

Sunan Bonan, adalah salah satu tokoh penyebar agama Islam atau Wali Songo dan banyak menggunakan aktifitas seni dalam dakwah dan penyebaran agamanya. Beberapa karya seni yang diciptakannya dalam bagian penyebaran agamanya antara lain:

Dakwah melalui pewayangan, Menyempurnakan instrumen gamelan, terutama bonang, kenong dan kempul, Wujil, macapat, nyanyian Tombo Ati yang banyak di nyanyikan ulang pada era sekarang ini dan masih banyak lagi. Sunan Bonang, yang memiliki nama Raden Maulana Makdum Ibrahim adalah anak dari Sunan Ampel dan wafat pada tahun 1525 M

Lokasi makam Sunan Bonang terletak di desa Bonang dan merupakan makam yang ramai kunjungan oleh para peziarah yang datang ke Tuban. Pada dasarnya, makam Sunan Bonang berada di 2 tempat yaitu di Bawean dan Tuban, dan dipercaya keduanya adalah asli. Sunan Bonang wafat di pulau Bawean, pada saat itu jenazah akan dikuburkan di Bawean, akan tetapi murid-murid yang di Tuban menginginkan jenazah tersebut di kubur di Tuban.

Lalu pada malam setelah kematiannya, sejumlah murid dari Tuban mengendap ke Bawean, dan "mencuri" jenazah Sang Sunan. Esoknya, dilakukanlah pemakaman. Anehnya, jenazah Sunan Bonang tetap ada, baik di Bonang maupun di Bawean. Karena itu, sampai sekarang, makam Sunan ada di dua tempat. Satu di Pulau Bawean, dan satunya lagi di sebelah barat Masjid Agung Tuban, Desa Kutareja, Tuban.

WISATA SYEKH MAULANA IBROHIM ASMOROKONDI


by mrpresidenri2020.blogspot.com


Lokasi Makam Ibrahim Asmoro Qondi Desa Gesikharjo, Kecamatan Palang lebih kurang 5 km dari pusat kota. Makam ini termasuk salah satu makam para wali di luar wali songo, karena beliau adalah ayah dari Sunan Ampel yang merupakan sesepuh para wali songo.

Menurut sejarah, beliau berasal dari negeri Assyamar Khand dan mengembara untuk mensiarkan agama Islam sampai akhirnya bermukim di tanah Jawa. Karena merasa kesulitan melafalkan kata Assyamar Khand, maka orang Jawa menyebutnya Asmoro Kondi. Kegiatan ritual yang mendatangkan puluhan ribu pengunjung adalah ritual Haul yang diisi dengan pengajian ajaran agama Islam.

Sunan Bejagung

by isasukemura-kiyoshi.blogspot.com

Situs wisata religi makam Sunan Bejagung atau Syaikh Abdullah Asy’ari yang semasa hidupnya popular menjadi penyulut pelita dan muadzin di Masjidil Haram, terletak di Desa Bejagung, Kecamatan Semanding Tuban. Dari pusat kota bergelar Bumi Ronggolawe ini, berjarak sekitar satu kilometer ke selatan, atau satu jalur dengan obyek wisata pemandian Bektiharjo.
Akses jalan menuju dua kompleks pemakaman yang disebut Bejagung Lor (utara) dan Bejagung Kidul (selatan) kini sudah beraspal hotmix. Di kawasan ini juga terdapat kompleks pemakaman Citro Sunan yang letaknya hanya dibatasi jalan raya jurusan Tuban-Bojonegoro..

Sebagai situs makam keramat, makam Sunan Bejagung yang dipayungi puluhan pepohonan tua berusia ratusan tahun itu diyakini menyimpan berkah. Di antaranya dapat mengeluarkan diri dari nasib ruwet, sekaligus sebagai obat mujarab untuk menyembuhkan berbagai luka dan penyakit.
Di sebelah utara komplek makam terdapat sebuah sumur berbentuk persegi yang dipercaya sebagai salah satu maha karya Sunan Bejagung. Meski bentuk sumur di makam Bejangung Lor ini tak lazim, tapi airnya tak pernah kering sepanjang musim. Untuk menimbanya juga menggunakan pemintal seperti yang banyak digunakan para pengrajin batik gedog dari Kecamatan Kerek, Tuban, yang masyhur sampai mancanegara itu.
Kompleks pemakaman Bejagung Lord an Kidul dipromosikan sebagai wisata spiritual bersamaan paket wisata lainnya yang ada di Kabupaten Tuban. Salah satunya, para peziarah juga ditarik untuk mengunjungi Goa Akbar serta situs wisata alam lainnya dalam satu paket.

Sate Mentog



Becek dan sate mentok (Cairina moschata) merupakan sajian khas Tuban, selain aneka penganan hasil laut. Hari minggu lalu saya dan beberapa rekan berkesempatan untuk mencicipi masakan mentok di warung “Sor Sawo”. Sor sawo merupakan singkatan dari ngisor sawo alias dibawah pohon sawo. Ya, didepan warung ini terdapat sebuah pohon sawo yang lumayan besar, sehingga suasana teduh dan sejuk menambah kenyamanan bersantap di warung ini. Masyarakat Jawa sangat terbiasa untuk menyingkat beberapa kata yang dirasa panjang dan kurang praktis untuk diucapkan. Teko endi alias dari mana sering diucapkan menjadi kondi, .
Warung sor sawo terletak di Desa Karang, Kecamatan Semanding. Warung ini merupakan jujugan bagi para penggila mentok. Olahan mentok yang disajikan di warung sederhana ini berupa sate dan becek. Saya kesulitan untuk mencari padanan kata becek ini. Kalau dilihat dari kuahnya, saya bisa menebak kalau becek ini menggunakan santan namun tidak terlalu kental.


Dari luar tidak yang menonjol dari bangunan warung ini. Sangat sederhana, tidak ubahnya warung atau rumah di daerah pedesaan Jawa. Warung ini masih berpegang teguh dengan model bangunan lama, dinding tidak ditembok dan juga lantai tetap tanah. Namun dibalik kesederhanaan bangunannya, warung ini menyimpan sebuah kemewahan rasa.
Sayang, kami terpaksa harus merelakan becek mentok-nya. Hebat, baru jam 11 saja, becek mentoknya sudah ludes. Akhirnya kuah becek saja yang dapat kami nikmati. Beruntung sate mentok masih tersedia.
Untuk minuman, warung ini menyediakan aneka minuman halal dan haram. Jangan kaget, saya telah ulas pada tulisan yang ini dan yang itu. Minuman halal mulai dari yang tradisional sampai minuman kapitalis tersedia disini, pun demikian dengan minuman haramnya. Ahh.. sudahlah, saya tidak akan memperpanjang halal dan haram ini, inilah kearifan lokal.
Bagaimana dengan kami? Toak dalam wadah centhak menjadi teman menyantap sate mentok ini. Toak adalah minuman tradisional khas Tuban. Minuman ini berasal dari sadapan pohon siwalan alias bogor (Borassus flabellifer). Penyajiannya juga khas, dengan menggunakan batang bambu sebagai pengganti gelas. Rasanya pahit manis asem segar…
Sate mentok pun telah matang. Woww..ini sate beneran! Bukan sate lalat alias sate-satean ituh… Irisan dagingnya lumayan besar, sehingga dijamin anda bakal puas. Soal rasa, jangan ditanya! Jauh berbeda dengan ayam! 
Bumbu yang disajikan dengan sate mentok ini adalah bumbu kecap, bukan bumbu kacang. Kecap cap “Laron”, pusaka kuliner Tuban menjadikan rasanya semakin menggigit. 
Mau pakai nasi putih, lontong atau nasi jagung? Anda bebas memilihnya. Tapi jangan heran, nasi jagung menjadi teman favorit sate maupun becek mentok. Beruntung kami masih mendapatkan lima bungkus nasi jagung, stok penghabisan.
Nasi jagung, kuah becek, sate mentok berpadu dalam buaian semilir angin dibawah pohon sawo….
Tak lupa harumnya kretek berpadu dengan pahitnya toak Tuban.

Garang Asem

by caturguna.com

Garang Asem. Hm,… hampir tiap daerah memiliki versi-nya masing masing. Nggak cuma di pulau Jawa sampai ke luar pulau Jawa juga punya garang asem-nya sendiri sendiri. Seperti waktu ke Pagaralam juga ada asem asem yang nancep bener rasanya. Tapi kali ini saya nggak mau ngebahas garang asem mana mana, melainkan garang asem dari kampung halamanku di Tuban Jawa Timur .


Garang Asem RM Rahayu ini beda dengan garang asem mana pun, bahkan dengan garang asem Tuban yang terkenal enaknya. Beda deh. Kalau garang asem Tuban kan terkenalnya dengan lauknya yang menggunakan ikan, tapi garang asem ini mengunakan ayam kampung dan kaldu ayam kampung asli pula.
Jika pun biasanya garang asem yang anda dan teman teman saya kenal adalah makanan yang terbungkus dalam daun pisang lengkap dengan bumbunya cabe rawit dan blimbing sayur dll, maka tidak demikian dengan garang asem favoritku ini. Ia hanyalah berbentuk sup bening berwarna merah keemasan dengan limpahan irisan bawang putih yang melimpah.

Personelnya pun tak banyak, hanya mengandalkan aroma bawang putih, asem dan cabai. Tapi justru karena kesederhanaan bumbunya inilah garang asem rahayu terasa sangat segar luar biasa. Terutama karena kaldunya ini murni dari air rebusan ayam kampung, gurihnya pun berasa banget. Soal ayamnya? nggak usah ditanya, empuk sekali dengan tekstur ayam kampung yang padat dan bersih. Enak sekali.
Pokoknya kalau sudah sampai Tuban, please jangan dilewatkan nyicip garang asem favoritku ini. Lalu drop komen disini ya … hehehee …  Oya, selain garang asem disini juga ada aneka hidangan lain seperti kari, rawon dan lain sebagainya. Untuk minumannya, favorit saya adalah es sarang burung. Tentunya sarang burung burungan alias jelly, namun yang ngebuat lain dari yang lain adalah penggunaan lengkeng kering dalam adonannya. Lengkeng kering ini memberikan warna moka yang cantik dengan rasa lengkeng yang khas, segar mantab.
Alamat : RM Rahayu. Jl. Basuki Rachmat no 135 Tuban Jawa Timur. 0356 324325

Ndas Manyung

by antarajatim.com

Tuban - apakah anda mau menu garangasem ikan manyung ? Datang saja di warung Hajah Rasyidah (66), yang lokasinya halaman parkir Pasar Baru di Desa gedungombo, Kecamatan Semanding, Tuban, Jawa Timur.

Warung yang berdiri di atas obyek wisata alam Goa Akbar tersebut, tidak buka pagi atau siang hari.
memang mereka selalu buka sore karena suasananya lebih bagus.

Di warung setempat, sebenarnya tidak hanya menu garangasem ikan manyung yang menjadi andalan. Ada juga, menu kare rajungan, sayur lodeh mangut (ikan tenggiri, pe dan tongkol), ikan nus, juga yang lainnya. 

"Di sini ada juga goreng ikan trumpah, tapi garangasem ikan manyung selalu menjadi buruan pembeli," kata Darwati dengan nada bangga.

Diakui Darwati, menu garangasem ikan manyung, sebenarnya juga dijual di sejumlah penjual makanan di wilayah Tuban, juga Lamongan, terutama di sepanjang pantura. Namun, lain koki lain pula cita rasanya, bergantung kemampuan mengolah dan menyanyikan untuk disantap.

Garangasem ikan manyung, baik bentuk ikannya maupun kuahnya memiliki kemiripan dengan asem-asem "ndas" (kepala) ikan rengkik Bengawan Solo di Bojonegoro. "Garangasem manyung, beda dengan asem-asem," ucapnya, menjelaskan.

Ia menyebutkan, resep kuah ikan manyung di warung setempat, diperoleh Hajah Rasyidah sudah turun temurun, sehingga berbeda rasanya dibandingkan dengan garangasem ikan manyung di warung lainnya.

Hanya saja, resep secara umum tidak ada perbedaan dengan garangasem ikan manyung di warung lainnya. Di antaranya bumbu yang dimanfaatkan yakni kemiri, bawang merah, bawang putih, asam masak, dan terasi.

Bahkan, daging ikan manyung, yang pola memasaknya digoreng setengah matang, kemudian dimasak bersama kuah kalau dimakan selain gurih, juga empuk. "Kalau daging ikan manyung rasanya ya mak nyusss," ujar Darwati sambil tersenyum.

Mau tahu harga menunya? Seperti disampaikan Darwati, meskipun, model warung kaki lima, berbagai aneka makanan di warung setempat, tidak kalah rasanya dengan menu yang ada di restoran besar.Disebutkan, harga satu porsi garangasem ikan manyung, nasi dan teh, dengan lauk kepala Rp18.000, dengan lauk ikan manyung badan cukup Rp11.000/porsi. Dalam sehari, lanjutnya, di warung setempat mampu menjual 25 kepala ikan manyung ditambah 5 kilogram badan ikan manyung.

"Kalau ditotal, kami menyediakan sekitar 20 kilogram ikan manyung setiap harinya," katanya seraya menambahkan selama ini untuk mendapatkan ikan manyung di wilayah setempat, tidak pernah kesulitan.Hampir setiap hari selalu ada garangasem ikan manyung.

Sementara itu, untuk kare rajungan, lengkap dengan nasi dan teh, juga harga kaki lima Rp18.000/porsi. Menu lainnya yang juga tak kalah lezat yakni menu ikan laut seperti sayur lodeh mangut, menu ikan nus, harganya dibawah Rp10.000/porsi.

Menurut dia, ibunya Hajah Rasyidah yang berjualan garangasem ikan manyung sudah 15 tahun lebih. Selama ini, menu makanan yang dijual tersebut mampu bertahan dan selalu diburu pembeli dari berbagai daerah di Jatim dan Jateng. Baik yang langsung datang untuk makan di warung setempat, atau yang kebetulan berziarah ke makam Sunan Bonang yang mampir untuk mencicipi menu garangasem ikan manyung.

Penikmat ikan manyung, kata Darwati dan Parno, tidak hanya kalangan lapisan bawah, juga menengah dan kalangan atas. Parno mencontohkan, beberapa hari yang lalu ada sekitar 40 orang asal Rembang, Jateng, yang datang khusus untuk makan sahur di warungnya, dengan menu garangasem ikan manyung.

MUSEUM KAMBANG PUTIH

by travel.detik.com
Museum ini terletak di Jl. Kartini No. 3 Tuban, kode pos 62313 Jawa Timur. Museum ini merupakan museum umum yang diselenggarakan oleh pemerintahan kabupaten. Semula bangunan berfungsi sebagai kamar bola. Tanggal dibangun adalah 4 Januari 1984, namun baru difungsikan sejak tanggal 28 Maret 1984. Bangunannya dibuat di atas lahan seluas 150 m2, dibuat satu lantai dengan luas bangunan publik 125 m2. Bangunan ini didirikan berdasarkan SK No 22 Tahun 1984 dengan status kepemilikan tanah milik pemerintah.

Bagi mayoritas masyarakat di Indonesia, berwisata ke museum tidak semenarik seperti berwisata ke objek-objek wisata lain layaknya ke pantai, bermain di arena permainan, dan lain-lain sebagainya. Dan pada umumnya yang datang mengunjungi museum hanyalah para pelajar dan biasanya hanya dilakukan sebagai prasyarat untuk mata pelajaran tertentu. . Masyarakat disana justru sangat gandrung untuk melakukan wisata ke museum, dan pemerintahnya pun sangat menfasilitasi dengan merawat museum dengan baik.

Museum Kambang Putih merupakan satu-satunya museum yang berada di Kabupaten Tuban. Lokasinya sangat strategis di tengah kota Tuban dan berada di kawasan yang sama dengan alun-alun kota Tuban, Masjid Agung, serta Makam Sunan Bonang yang cukup ramai dikunjungi penduduk setempat dan juga wisatawan dari luar kota. Di Museum Kambang Putih kita akan menemukan benda-benda bersejarah yang dikumpulkan dari berbagai daerah di Kabupaten Tuban. 
Setelah mengisi buku tamu dan memberikan sumbangan sukarela untuk perawatan museum, kami pun dipersilahkan oleh seorang pria untuk memasuki museum. Setibanya di dalam saya pun berdecak kagum karena ternyata pada satu bagian museum terdapat koleksi uang Indonesia sejak pertama kali di keluarkan. Uang Indonesia yang pertama kali dikeluarkan  adalah ORI (Oeang Republik Indonesia) bulan Oktober tahun 1946, dicetak di desa Kendal Payak, Kecamatan Turen, Kabupaten Malang. Dicetak di atas kertas yang masih sederhana, desainnya pun masih sederhana. Dan ada juga RIS (Republik Indonesia Serikat), yaitu uang yang dikeluarkan pada tahun 1950 untuk menggantikan uang NICA dan ORI dari peredaran, yang kemudian digantikan dengan uang RI yang diterbitkan oleh Bank Indonesia pada tahun 1952/1952. 
Di ruangan tersebut secara refleks saya pun menyiapkan kamera digital dan bersiap mengambil gambar yang ada di dalam museum. “Di dalam museum tidak diperbolehkan mengambil gambar mas, ada undang-undangnya”, ujar bapak pengawas museum dengan tegas. Sepertinya dia sudah hafal benar dengan perilaku para pengunjung museum yang hobi mengabadikan gambar. 
Saya pun mengerti alasan mengapa dilarang mengambil gambar dengan alasan keamanan karena di dalam museum banyak terdapat benda-benda bersejarah yang bernilai tinggi dan menyimpan cerita Kota Tuban. Selain koleksi uang kuno, ada juga koleksi yang menegaskan keragaman suku dan agama dari masyarakat Tuban, berupa wayang kulit dan wayang golek, sebuah replika dari Barongsai, yaitu simbol naga yang menjadi salah satu lambang budaya masyarakat keturunan Tionghoa, beberapa jenis alat musik tradisional dan bahkan koleksi fosil dan benda-benda purbakala. Ruangan demi ruangan pun terlewati hingga akhirnya saya sampai di ruangan terakhir di dalam museum, yang bangunannya memiliki ruang-ruang yang besar dan tinggi, serta fasade bangunannya tampak seperti bangunan lama jaman Belanda dengan kolom-kolom yang tinggi. memang Ini dulunya kantor jaman Belanda, sempat jadi kantor pemerintah juga sebelum jadi museum.

Statistik :

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Bluehost Coupons