Becek dan sate mentok (Cairina moschata) merupakan sajian khas Tuban, selain aneka penganan hasil laut. Hari minggu lalu saya dan beberapa rekan berkesempatan untuk mencicipi masakan mentok di warung “Sor Sawo”. Sor sawo merupakan singkatan dari ngisor sawo alias dibawah pohon sawo. Ya, didepan warung ini terdapat sebuah pohon sawo yang lumayan besar, sehingga suasana teduh dan sejuk menambah kenyamanan bersantap di warung ini. Masyarakat Jawa sangat terbiasa untuk menyingkat beberapa kata yang dirasa panjang dan kurang praktis untuk diucapkan. Teko endi alias dari mana sering diucapkan menjadi kondi, .
Warung sor sawo terletak di Desa Karang, Kecamatan Semanding. Warung ini merupakan jujugan bagi para penggila mentok. Olahan mentok yang disajikan di warung sederhana ini berupa sate dan becek. Saya kesulitan untuk mencari padanan kata becek ini. Kalau dilihat dari kuahnya, saya bisa menebak kalau becek ini menggunakan santan namun tidak terlalu kental.
Dari luar tidak yang menonjol dari bangunan warung ini. Sangat sederhana, tidak ubahnya warung atau rumah di daerah pedesaan Jawa. Warung ini masih berpegang teguh dengan model bangunan lama, dinding tidak ditembok dan juga lantai tetap tanah. Namun dibalik kesederhanaan bangunannya, warung ini menyimpan sebuah kemewahan rasa.
Sayang, kami terpaksa harus merelakan becek mentok-nya. Hebat, baru jam 11 saja, becek mentoknya sudah ludes. Akhirnya kuah becek saja yang dapat kami nikmati. Beruntung sate mentok masih tersedia.
Untuk minuman, warung ini menyediakan aneka minuman halal dan haram. Jangan kaget, saya telah ulas pada tulisan yang ini dan yang itu. Minuman halal mulai dari yang tradisional sampai minuman kapitalis tersedia disini, pun demikian dengan minuman haramnya. Ahh.. sudahlah, saya tidak akan memperpanjang halal dan haram ini, inilah kearifan lokal.
Bagaimana dengan kami? Toak dalam wadah centhak menjadi teman menyantap sate mentok ini. Toak adalah minuman tradisional khas Tuban. Minuman ini berasal dari sadapan pohon siwalan alias bogor (Borassus flabellifer). Penyajiannya juga khas, dengan menggunakan batang bambu sebagai pengganti gelas. Rasanya pahit manis asem segar…
Sate mentok pun telah matang. Woww..ini sate beneran! Bukan sate lalat alias sate-satean ituh… Irisan dagingnya lumayan besar, sehingga dijamin anda bakal puas. Soal rasa, jangan ditanya! Jauh berbeda dengan ayam!
Bumbu yang disajikan dengan sate mentok ini adalah bumbu kecap, bukan bumbu kacang. Kecap cap “Laron”, pusaka kuliner Tuban menjadikan rasanya semakin menggigit.
Mau pakai nasi putih, lontong atau nasi jagung? Anda bebas memilihnya. Tapi jangan heran, nasi jagung menjadi teman favorit sate maupun becek mentok. Beruntung kami masih mendapatkan lima bungkus nasi jagung, stok penghabisan.
Nasi jagung, kuah becek, sate mentok berpadu dalam buaian semilir angin dibawah pohon sawo….
Tak lupa harumnya kretek berpadu dengan pahitnya toak Tuban.
0 komentar:
Posting Komentar