http://berita.maiwanews.com |
Tuban – Bagi seorang perempuan yang memilih menjadi sindir, penari dalam seni tradisional tayub, harus dibersihkan dulu jiwa raganya sebelum ia benar-benar memasuki kalangan – arena tempat pementasan – sebagai penghibur sejati dalam sebuah ritual. Kemasyhuran memang tak datang serta merta. Tetapi, dengan meminum sumber air Bektiharjo dipercaya mampu mengangkat pamor dan martabat seorang sindir.
Bunyi tetabuhan dari gamelan bersipongang menyuarakan kedamaian. Sesekali nadanya terputus, seperti suasana hati para perempuan calon sindir yang tengah gelisah akan sebuah penantian datangnya babak baru dalam kehidupan mereka. Sebagai seorang sindir dan penghibur sejati.
Sedikitnya 90 sindir dan 70 pramugari serta 9 dayang se Kabupaten Tuban, Jawa Timur, setiap kali jelang pergantian mangsa (tahun) mengikuti ritual siraman bagi seniman langen tayub di pemandian Bektiharjo, Kecamatan Semanding,Tuban. Ritual tersebut diyakini sebagai media pembersih diri dari gangguan roh jahat yang bergentayangan dan mengganggu aksi pentas mereka di kalangan.
Dipilihnya pemandian Bektiharjo, karena tempat tersebut dipercaya sebagai tanah suci, selain punya sejarah besar terkait berdirinya kota Tuban. Tradisi siraman itu sendiri, merupakan pembekalan mental agar kelak setelah mereka jadi sindir tahan banting.
Ritual yang mengangkat seni tradisional sebagai media tari pergaulan itu, diawali dengan melakukan iring-iringan panjang atau kirab dari luar tempat pemandian dan langsung masuk tempat wisata pemandian.
Ritual yang mengangkat seni tradisional sebagai media tari pergaulan itu, diawali dengan melakukan iring-iringan panjang atau kirab dari luar tempat pemandian dan langsung masuk tempat wisata pemandian.
Sejurus kemudian, mereka berjalan perlahan menuju tempat prosesi siraman dan melakukan tabur bunga di pemandian itu sebelum melakukan ritual yang sesungguhnya.
Secara bergiliran seniman tayub tersebut melakukan siraman.
Secara bergiliran seniman tayub tersebut melakukan siraman.
Para perempuan berparas rupawan dengan tubuh moleknya, menuruni tangga menuju permukaan air. Satu per satu membasuh mukanya dengan air dari mata air abadi Bektiharjo menggunakan jebor atau gayung dari batok kelapa.
Demikianlah. Prosesi itu terus berlangsung dari tahun ke tahun tanpa henti. Seperti denyut nadi tayub Tuban yang sesungguhnya belum mati. Dan sindir tetap akan hidup mengelilingi waktu dan peradabannya. Siapa yang bersungguh-sungguh dengan hati ikhlas, konon, popularitas akan teraih. Sumber abadi Bektiharjo, banyak yang mengisahkan, sebagai jimat penglaris. Wajah sindir yang dibasuh airnya, akan berkilauan seperti purnama di saat mereka menari dan menembang di kalangan.
by pesonatuban.blogspot.com |
Namun, tokoh spritual dan pengawal tayub Tuban, Lik Surito, menyatakan prosesi ritual siraman adalah bagian upaya untuk meningkatkan promosi seni dan budaya di Tuban yang kian kecil dan ditinggalkan. Yang terpenting, sebut Lik Surito, ajang ini lebih pada keinginan bisa menyatukan para seniman senior dan yunior untuk saling bisa berbagi pengamalan.
0 komentar:
Posting Komentar